05 Februari 2018

Silaturahmi Plus Plus, Bagian #3

Yuhuuu kita masuk ke bagian #3

Suasana malam di rumah Bibi tidak terlalu banyak kegiatan, karena memang badan sudah lelah seharian jalan-jalan. Rencananya pagi di hari ke 2 ini kami lanjutkan menuju Kutoarjo, Jawa Tengah. Disana rencananya akan menginap juga selama 2 malam. Kalau kemarin sampai semalam menginap di rumah Bibi dari jalur Mamak, di Kutoarjo akan menginap di rumah saudara sepupu dari jalur almarhum Bapak. Untuk silsilahnya pun, saya baru ngeh ketika sampai di rumah dan minta penjelasan ulang dari suami, hehe.

Kami berangkat pagi-pagi agar bisa sampai Kutoarjo tidak terlalu malam. Sepanjang perjalanan, kami bercerita sana sini. Dan entah kenapa tiba-tiba saja sampai pada pembicaraan untuk mengunjungi wisata Baturraden. Sebenarnya tidak ada rencana untuk menuju kesana. Tapi, karena semua sepakat, jadi sekalian saja pumpung masih ada di Jawa.

Lokawisata Baturraden berada di sebelah selatan Gunung Slamet. Saya juga baru pertama kali kesana, dan katanya daerahnya adem alias sejuk. Sepanjang perjalanan menuju lokawisata ini, banyak jejeran penginapan dan hotel. Uniknya, ada orang yang berdiri di depan penginapan dan menawarkan pengunjungnya untuk menginap disana. Entah itu memang karyawan disana atau bukan, sebab tidak memakai seragam.
Foto dulu sebelum masuk
Sampai di depan lokawisata, yang terlihat oleh saya adalah jejeran penjaja suvenir seperti kaos bertuliskan Baturraden dan baju-baju batik. Untuk masuk kesana, kita cukup membeli tiket masuk seharga Rp 14.000,-/orang. Begitu melewati pintu masuk, saya mulai terpesona pada pemandangan alam yang disuguhkan. Tentu saja, pemandangan alam disini sudah dimodifikasi dengan banyaknya wahana yang tersedia. Saya sempat melihat peta tak jauh dari pintu masuk, sudah agak usang dan tak terlihat jelas, tapi cukup menggambarkan betapa luasnya area disini.

Peta yang sudah usang
Kami berjalan lurus dari pintu masuk dan mendapati aliran sungai dengan batu-batu besar. Di pinggir sungainya terdapat papan peringatan akan adanya banjir yang bisa datang kapan saja. Memang kalau melihat dari arah alirannya, cukup membuat saya merinding karena ingat kejadian dulu pernah ada jembatan roboh disini. Sekarang jembatan itu sudah diperbaiki lebih kokoh. Rasa penasaran membuat saya melangkah ke arah jembatan atas yang kalau dilihat dari bawah tadi, terlihat tinggi sekali. Memang berhasil membuat kaki saya pegal sih, tapi dari atas jembatan itu saya bisa melihat kawasan Baturraden dengan leluasa sepanjang pemandangan mata.
Takjub lihat pemandangan ini
Pemandangan dari atas (ini belum tinggi banget lho)

Yeeeyyy berhasil naik sampai jembatan setinggi ini

Pemandangan dari atas jembatan
Saya menuruni tangga sambil melihat sekeliling. Banyak penjual makanan kecil menawarkan dagangannya. Pecel siram, sosis bakar, gorengan tahu, jagung bakar, dan lidi pedas. Sayangnya perut sudah kenyang, jadi rasanya gak bakal muat lagi hehe. Oh iya, rupanya ada musisi yang menggelar pertunjukan disana. Saya biasa menyebutnya angklung malioboro (mungkin karena pertama kali saya melihatnya sewaktu di Malioboro Jogja).
Angklungan
Sebenarnya masih banyak tempat yang ingin saya jelajahi, tapi waktu sudah tidak mengizinkan karena perjalanan kami masih panjang. Sebelum pintu keluar, saya sempat melihat petunjuk arah ke Kebun Raya Baturraden. Daripada penasaran, saya mengajak suami kesana walaupun kaki sudah pegal hehe. Belum sampai kesana, saya melihat ada area yang dipagar dengan pohon ambon besar (sepertinya sudah berumur puluhan atau ratusan tahun) juga berlumut. Rupanya area itu adalah makam, saya tidak tahu persis karena saya sering takut kalau sudah berada di kawasan pemakaman, apalagi ini pemakaman tua hehe. Lanjut ke Kebun Raya, saya mengurungkan niat karena sepertinya tidak ada yang terlalu menarik disana. Lagipula, tidak terlalu leluasa karena rombongan sudah menunggu di dekat pintu keluar.

Baru sadar di akhir, ternyata kami suka nongkrong wkwk
Oke, selanjutnya kami meneruskan perjalanan ke Kutoarjo. Jalurnya lewat pantai selatan. Tapi karena di perjalanan hari sudah gelap, laut selatan sudah tidak kelihatan lagi. Kalau saya memang tidak terlalu paham ini jalur apa, itu jalur apa, susah deh paham jalur jalan hehe.

Sepanjang jalan masuk ke rumah sepupu kami, suami saya bercerita tentang kenangannya saat terakhir kesini. Ia masih kecil, dan begitu ingat rumah induk yang dulu masih berbentuk joglo, rumah teman almarhum Bapak, dan kantor lurah. Saya hanya bisa mengangguk sambil melihat sekeliling jalan yang dipenuhi pohon kelapa.

Sampai depan rumah, sudah ada keluarga sepupu yang menyambut di depan pintu. Dan, ketika kami keluar mobil, ada tragedi kecil yang mengorbankan salah satu kacamata kesayangan mbak ipar saya. Lucu sih kalau saya mengingatnya lagi, hehe. Jadi kacamatanya itu jatuh sewaktu dia keluar mobil. Karena malam dan tidak kelihatan, saat mobil mulai parkir, terlindaslah kacamata itu. Yah, tamatlah satu kacamata Syahrini hehe.

Cuaca di Kutoarjo ternyata cukup panas, mungkin karena dekat laut ya. Kata Mamak, kalau malam sering terdengar ombak dari laut selatan. Tapi sekarang sudah tidak terdengar lagi karena mungkin sudah ramai. Kami berbincang beberapa lama sebelum beristirahat. Rencananya bsok pagi kami akan ke pantai, yang tentu saja katanya beda dengan pantai di Lampung.

Saya merasa pagi di Kutoarjo terlalu cepat datang. Pukul 05.00 pagi pun, serasa sudah benderang. Kami bersiap menuju pantai yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah sepupu.

Namanya pantai Jetis. Saya mengira kami akan ke Parangteritis hehe. Pasir pantai berwarna hitam dan ombak lautnya tinggi. Saya jadi teringat dengan pasir di pantai kaki gunung Anak Krakatau. Hitamnya sama. Sebenarnya mataharinya tidak terlalu menyengat karena masih pagi, tapi entah kenapa di badan terasa panas.

Pasir di pantai Jetis


Ok, welfie dulu
Tuh kan nongkrong lagi

Bersama sepupu dan dua anaknya
Karena ombak di pantai ini cukup tinggi, makanya kami gak ada yang berani mandi. Jadi jalan-jalan dan foto aja di spot-spot yang ada. Untungnya banyak spot menarik yang ada disini. Salah satunya adalah area taman yang dipenuhi payung warna-warni.

Sayangnya gak terlalu bisa mencocokkan gaya dengan latar belakangnya wkwkw
Ada kupukupu betina! 

Daaaan.. ada yang mencoba merayu gombal :P
Sudah cukup puas di pantai Jetis, kami melanjutkan petualangan ke taman kota Kutoarjo. Niatnya memang keliling saja sambil lihat kota. Tapi udara cukup panas dan terik. Jadi kami memutuskan untuk pulang saja dan berniat keliling kampung ke rumah saudara-saudara.
Foto dulu walaupun terik menyengat

Kalau dirunut-runut, sepanjang jalan masuk dari jalan raya ke rumah sepupu, masih terhitung saudara semua. Saya memang tidak terlalu faham bagaimana alur silsilahnya, tapi mendengar penjelasan dari salah satu saudara (saya agak canggung memanggilnya, karena usianya jauh di atas saya, tetapi dalam silsilah masih di bawah saya hihi), saya jadi sedikit tahu.

Jadi, suasananya seperti lebaran. Bertandang ke beberapa rumah, disuguhi teh dan kue-kue (sepertinya sudah tradisi kalau tamu yang datang harus disuguhi teh meski sudah bilang tidak usah buat minum), dan bercerita kesana kemari.
Persis lebaran
Kami pulang kembali ke rumah sepupu selepas asar. Cukup menyenangkan karena sudah melihat-lihat sedikit bagian desa Sangubanyu ini. Melihat peninggalan rumah joglo yang merupakan rumah induk dari keluarga almarhum Bapak meski sekarang rumah joglo itu sudah berpindah tangan dan sudah diubah bentuknya jadi rumah modern.

Kami menginap semalam lagi disini, dan paginya kami lanjut ke Magelang dan Yogyakarta. Yeeyyy! Terimakasih keluarga sepupu yang sudah menerima kami selama dua malam ini :)

Bersiap lanjut ke Magelang
Ceritanya kita sambung besok ya. See u next time!

Tidak ada komentar: